Senin, 25 April 2016

SEKTOR PERTANIAN ( Tugas 7 Perekonomian Indonesia )

SEKTOR PERTANIAN
A.  Sektor pertanian Indonesia
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan , bahan baku baku industri , atau sumber energi , serta untuk mengelola lingkungan hidupnya .

Sektor pertanian merupakan sector yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat , terutama dalam sumbangan PDB ( produk domestic bruto ) , penyedia lapangan kerja dan penyediaan pangan daalam negeri .

B.   Nilai tukar petani
Nilai Tukar Petani merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani. Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase. Secara konsepsional NTP adalah pengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian.
Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian :
§  NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar.
§  NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan NTP pada tahun dasar.
§  NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun dasar.
1.      Indeks harga yang diterima petani (IT) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga    produsen atas hasil produksi petani.
2.      Indeks harga yang dibayar petani (IB) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi pertanian.
3.      Petani yang dimaksud disini adalah orang yang mengusahakan usaha pertanian (tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat) atas resiko sendiri dengan tujuan untuk dijual, baik sebagai petani pemilik maupun petani penggarap (sewa/kontrak/bagi hasil). Orang yang bekerja di sawah/ladang orang lain   dengan mengharapkan upah (buruh tani) bukan termasuk petani.
4.      Harga yang diterima petani adalah rata-rata harga produsen dari hasil produksi petani sebelum
ditambahkan biaya transportasi/pengangkutan dan biaya pengepakan ke dalam harga penjualannya atau disebut farm gate (harga di sawah/ladang setelah pemetikan). Pengertian harga rata-rata adalah harga    yang bila dikalikan dengan volume penjualan petani akan mencerminkan total uang yang diterima petani tersebut. Data harga tersebut dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan petani produsen.
5.      Harga yang dibayar petani adalah rata-rata harga eceran barang/jasa yang dikonsumsi atau dibeli petani, baik untuk memenuhi kebutuhan rumahtangganya sendiri maupun untuk keperluan biaya produksi pertanian. Data harga barang untuk keperluan produksi pertanian dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan petani, sedangkan harga barang/jasa untuk keperluan konsumsi rumah tangga dicatat dari hasil wawancara langsung dengan pedagang atau penjual jasa di pasar terpilih.
6.      Pasar adalah tempat dimana terjadi transaksi antara penjual dengan pembeli atau tempat yang biasanya terdapat penawaran dan permintaan. Pada kecamatan yang sudah terpilih sebagai sampel, pasar yang dicatat haruslah pasar yang mewakili dengan syarat antara lain : paling besar, banyak pembeli dan penjual jenis barang yang diperjualbelikan cukup banyak dan terjamin kelangsungan pencatatan harganya serta terletak di desa rural.
7.      Harga eceran pedesaan adalah harga transaksi antara penjual dan pembeli secara eceran di pasar setempat untuk tiap jenis barang yang dibeli dengan tujuan untuk dikonsumsi sendiri dan bukan untuk dijual kepada pihak lain. Harga yang dicatat adalah harga modus (yang terbanyak muncul) atau harga rata-rata biasa dari beberapa pedagang/penjual yang memberikan datanya.

C.   Investasi di sektor pertanian
Investasi berarti suatu pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan stok barang modal. Stok barang modal (capital stock) dan terdiri dari pabrik, jalan, jembatan, perkantoran, produk-produk tahan lama lainnya, yang digunakan dalam proses investasi. Investasi dapat diartikan juga sebagai pengeluaran tambahan yang ditambahkan pada komponen-komponen barang modal (capital accumulation).

Salah satu sektor penunjang yang dapat menjadi indikator investasi adalah sektor perbankan. Berdasarkan data posisi pinjaman investasi yang diberikan oleh sektor perbankan (baik bank pPersero, Bank Perkreditan Rakyat, Bank Pemerintah Daerah, Bank Swasta Nasional, Bank Swasta Asing, dan Bank Campuran)kepada sektor pertanian, perikanan, peternakan, dan kehutanan, tren pemberian modal investasi pada tahun 2005-januari 2011 cenderung stagnan.

Identifikasi Penyebab Investasi Pertanian Terhambat Berdasarkan data-data diatas, terlihat bahwa perkembangan investasi untuk sektor pertanian memiliki kecenderungan yang terus menurun. Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi penyebab ketidaktertarikan investor untuk menanamkan modalnya ke sektor petanian, diantaranya:

Pertama, sektor pertanian memiliki risiko dan ketidakpastian yang sangat tinggi dibanding sektor lain. Terlebih lagi dengan adanya climate change yang menyebabkan kemungkinan terjadinya fluktuasi produksi menyebabkan ketidakpastian dan risiko yang dihadapi semakin tinggi.

Kedua, pada kasus pertanian di Indonesia, minimnya sarana pendukung yang tersedia menjadi slah satu faktor yang membuat investasi pada pertanian semakin tidak menarik. Seperti yang telah banyak diketahui, saat ini sarana pertanian seperti irigasi misalnya yang ada di daerah adalah peninggalan masa orde baru dan sudah semakin tidak terawat. Selain itu, karena umuya sentra produksi pertanian berada di daerah, dan infrastruktur sepeti jalan yang ada pada beberpaa jalur misalkan pada jalur pantura kurang baik sehingga besarnya kemungkinan terjadi kerusakan barang semakin tinggi.

 Ketiga, masih sulitnya birokrasi yang ada apabila hemdak mendirikan usaha pertanian yang memiliki skala ekonomi yang cukup besar sehingga menjadi kurang menarik.

 Keempat, masih tidak stabilnya iklim investasi di Indonesia. Hal ini berlaku secara keseluruhan, baik sektor pertanian maupun nonpertanian.

 Kelima, masih tidak stabilnya iklim politik dan pada beberapa komoditi pertanian yang menjadi komoditi politik.

 Keenam, masih maraknya pungutan-pungutan liar di Indonesia sehingga semakin meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan. Masih terdapatnya tumpang tindih kebijakan antar departemen atau kementrian yang ada dan kurangnya koordinasi antar instansi pemeerintahan sehingga menimbulkan kebingungan pada investor .

Ketujuh, adanya otanomi daerah yang terkadang kebijakannya tumpang tindih dengan kebijakan pemerintah pusat.

 Kedelapan, anggapan bahwa investasi sektor pertanian tidak menarik dibandingkan dengan sektor lain. Pertanian Sektor pertanian adalah sektor yang memiliki peran penting dalam meningkatkan perekonomian, terutama perekonomian pedesaan. Saat ini tren investasi pertanian memiliki tren yang mengalami penurunan. Karena pentingnya peran investasi untuk mengembangkan sektor pertanian, diperlukan berbagai kebijakan untuk membangkitkan iklim investasi dibidang pertanian. Hal yang paling utama untuk meningkatkan minat investasi bidang pertanian adalah menyinergiskan kebijakan dalam pemerintahan, baik antara departemen/kementrian di pemerintah pusat maupun dengan pemerintah daerah. Dengan adanya kesinergisan kebijakan, maka investor mendapatkan suatu kepastian kebijakan investasi sehingga mereka dapat lebih mudah untuk mengambil keputusan investasi. Pemerintah juga perlu melakukan upaya pendekatan kepada investor untuk menanamkan modalnya dibidang pertanian. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan kemudahan untuk investasi misalkan bantuan untuk merampingkan jalur birokrasi, memberikan jaminan kestabilan politik dan keamanan investasi, serta perbaikan infrastruktur sehingga dapat meminimalisasi risiko dan ketidakpastian yang dihadapi. 

D.  Keterkaitan pertanian dengan industri manufaktur
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu penyebab krisis ekonomi di Indonesia adalah karena kesalahan industrialisasi dari awal pemerintahan orde baru yang tidak berbasis pada pertanian. Selama krisis juga terbukti bahwa sektor pertanian masih mampu mengalami laju pertumbuhan yang positif, walaupun dalam persentase yang kecil, sedangkan sektor industri manufaktur mengalami laju pertumbuhan yang negative diatas satu digit.Banyak pengalaman dinegara-negara maju seperti Eropa dan Jepang yang menunjukan bahwa mereka memulai industrialisasi setelah atau bersamaan dengan pembangunan disektor pertanian. Ada beberapa alasan kenapa sektor pertanian yang kuat sangat esensial dalam proses industrialisasi di negara yang membangun sektor pertaniannya dengan baik, yaitu sebagai berikut:

Sektor pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin dan ini merupakan salah satu prasyarat penting agar proses industrialisasi pada khususnya dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa berlangsung dengan baik. Ketahanan pangan berarti tidak ada kelaparan dan ini menjamin kstabilan sosial dan politik.

Dari sisi permintaan agregat, pembangunan sektor pertanian yang kuat membuat tingkat pendapatan yang rill per kapita di sektor tersebut tinggi yang merupakan salah satu sumber permintaan terhadap barang-barang nonfood, khususnya manufaktur.

Dari sisi penawaran, sektor pertanian merupakan salah satu sumber input bagi sektor industri yang mana memiliki keunggulan komparatif, misalnya industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kulit dan sebagainya.

Masih dari sisi penawaran, pembangunan yang baik di sektor pertanian bisa menghasilkan surplus disektor tersebut dan ini bisa menjadi sumber investasi di sektor industri, khususnya industri skala kecil di pedesaaan (keterkaitan investasi).

Sudah cukup banyak pembahasan teoritis mengenai keterkaitan sektor pertanian dan sektor industri dan studi-studi kasus di negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin yang membuktikan betapa pentingnya sektor pertanian bagi pertumbuhan di sektor industri. Keterkaitan antara dua sektor tersebut terutama didominasi oleh efek keterkaitan pendapatan, disusul kemudian oleh efek keterkaitan produksi, sedikit bukti mengenai keterkaitan investasi.

 Oleh karena itu, sektor pertanian memainkan suatu peranan penting dalam pembangunan sektor industri di suatu daerah. Akan tetapi, kenyataan di Indonesia tidak demikian. Data Input Output Table (IO) dari BPS menunjukan bahwa keterkaitan produksi antara sektor pertanian dan sektor industri manufaktur sangat lemah dan tingkat ketergantungan kedua sektor tersebut terhadap impor barang-barang modal dan perantara sangat tinggi. Idealnya dan memang harus menjadi pola industrialisasi di Indonesia adalah seperti yang diilustrasikan dalam gambar berikut, yakni keterkaitan produksi yang kuat antara kedua sektor tersebut sehingga ketergantungannya terhadap impor dapat dikurangi atau sama sekali dihilangkan.
                     
Pemerintah-dalam hal ini pemangku kebijakan, membuat regulasi yang memiliki tujuan yang selaras dengan cita-cita bersama, menganggarkan dana untuk pengembangan pertanian, memberikan pengetahuan dengan jalan memberdayakan tenaga penyuluh pertanian agar dapat membantu petani dengan maksimal, bank dalam hal ini penyedia dana publik dapat lebih bersahabat dengan petani, agar keterbatasan dana dapat teratasi dengan bantuan bank sebagai penyedia dana dengan bunga yang kecil, perguruan tinggi sangat penting untuk mengadakan penelitian-penelitian yang masiv dan dapat diaplikasikan langsung untuk meningkatkan produktivitas pertanian, swasta diharapkan dapat menginvestasikan modal mereka untuk membuat pabrik-pabrik pengolahan produk-produk pertanian kita sehingga ketika kita ingin memasarkannya ke luar (ekspor) maka kita akan dapat menghasilkan pendapatan lebih (karena nilai yang lebih tinggi) dan tentunya masyarakat (petani) sebagai subjek dapat dengan benar-benar serius dalam menjalankan setiap program yang diberikan pemerintah (dengan asums : program yang dibuat oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh petani)... Ketika hal ini berjalan dengan baik, maka kita dapat meningkatkan produk-produk pertanian kita sejalan dengan peningkatan industri manufaktur yang membutuhkan bahan  baku yang kita produksi dari para petani-petani kita. Maka dari itu, peningkatan pendapatan para petani akan berkorelasi positif terhadap meningkatnya kesejahteraan petani dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.



Daftar pustaka :
                   


Rabu, 20 April 2016

TUGAS 6 PEREKONOMIAN INDONESIA ( PEMBANGUNA EKONOMI DAERAH DAN OTONNOMI DAERAH )

PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH



Undang - undang Otonomi Daerah

Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1.   Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan

2.    Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.

Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II)[2]dengan beberapa dasar pertimbangan[3]:
1.     Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
2.    Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
3.    Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1.     Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
2.    Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3.    Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
1.       Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah
2.      Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3.      Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
4.      Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5.      Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
6.      Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
7.      Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Perubahan Penerimaan Daerah dan Peranan Pendapatan Asli Daerah

Perubahan Penerimaan Daerah
Secara sederhana, perubahan APBD dapat diartikan sebagai upaya pemerintah daerah untuk menyesuaikan rencana keuangannya dengan perkembangan yang terjadi. Perkembangan dimaksud bisa berimplikasi pada meningkatnya anggaran penerimaan maupun pengeluaran, atau sebaliknya. Namun, bisa juga untuk mengakomodasi pergeseran-pergeseran dalam satu SKPD.
Perubahan atas setiap komponen APBD memiliki latar belakang dan alasan berbeda. Ada perbedaan alasan untuk perubahan anggaran pendapatan dan perubahan anggaran belanja. Begitu juga untuk alasan perubahan atas anggaran pembiayaan, kecuali untuk penerimaan pembiayaan berupa SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu), yang memang menjadi salah satu alasan utama merngapa perubahan APBD dilakukan.

Perubahan atas pendapatan, terutama PAD bisa saja berlatarbelakang perilaku oportunisme para pembuat keputusan, khususnya birokrasai di SKPD dan SKPKD. Namun, tak jarang perubahan APBD juga memuat preferensi politik para politisi di parlemen daerah (DPRD). Anggaran pendapatan akan direvisi dalam tahun anggaran yang sedang berjalan karena beberapa sebab, diantaranya karena (a) tidak terprediksinya sumber penerimaan baru pada saat penyusunan anggaran, (b) perubahan kebijakan tentang pajak dan retribusi daerah, dan (c) penyesuaian target berdasarkan perkembangan terkini.
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan mengapa perubahan atas anggaran pendapatan terjadi, di antaranya:
1.                  Target pendapatan dalam APBD underestimated (dianggarkan terlalu rendah). Jika sebuah angkat untuk target pendapatan sudah ditetapkan dalam APBD, maka angka itu menjadi target minimal yang harus dicapai oleh eksekutif.
2.                  Alasan penentuan target PAD oleh SKPD dapat dipahami sebagai praktik moral hazard yang dilakukan agency yang dalam konteks pendapatan adalah sebagai budget minimizer. 
3.                  Jika dalam APBD “murni” target PAD underestimated, maka dapat “dinaikkan” dalam APBD Perubahan untuk kemudian digunakan sebagai dasar mengalokasikan pengeluaran yang baru untuk belanja kegiatan dalam APBD-P.

Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal angka 18 bahwa “Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

1.       Menurut Warsito (2001:128) Pendapatan Asli Daerah “Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber PAD terdiri dari: pajak daerah, restribusi daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah”.

2.      Sedangkan menurut Herlina Rahman(2005:38) Pendapatan asli daerah Merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah ,hasil distribusi hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otoda sebagai perwujudan asas desentralisasi.

3.      Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam rnelaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai  dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi). (Mamesa, 1995:30)

4.      Sebagaimana telah diuraikan terlebih dahulu bahwa pendapatan daerah dalam hal ini pendapatan asli daerah adalah salah satu sumber dana pembiayaan pembangunan daerah pada Kenyataannya belum cukup memberikan sumbangan bagi pertumbuhan daerah, hal ini mengharuskan pemerintah daerah menggali dan meningkatkan pendapatan daerah terutama sumber pendapatan asli daerah.

5.      Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah, basil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudan asas desentralisasi. (Penjelasan UU No.33 Tahun 2004)

Pembangunan Ekonomi Regional
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan ekonomi daerah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan, dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik secara lokal.

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, ilmu pengetahuan dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru.

Tujuan utama ekonomi daerah/regional adalah untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.


Faktor-faktor Penyebab ketimpangan

Berikut beberapa faktor utama penyebab terjadinya ketimpangn pembangunan ekonomi dalam satu wilayah Negara :

·         Konsentrasi Kegiatan ekonomi, Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.

·         Alokasi Investasi, Indikator lain juga yang menunjukkan pola serupa adalah distribusi investasi (I) langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (PMA) maupun dari dalam negeri (PMDN). Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, bahwa kurangnya I di suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah tersebut menjadi rendah, karena tidak adanya kegiatan ekonomi yang produktif, seperti industri manufaktur. 

·         Mobilitas antar Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah , Kehadiran buruh migran kelas bawah adalah pertanda semakin majunya suatu negara. Ini berlaku baik bagi migran legal dan ilegal. Ketika sebuah negara semakin sejahtera, lapisan-lapisan masyarakatnya naik ke posisi ekonomi lebih tinggi (teori Marxist: naik kelas).  Fenomena “move up the ladder” ini dengan sendirinya membawa kepada konsekuensi kosongnya lapisan terbawah. Walaupun demikian lapisan ini tidak bisa dihilangkan begitu saja. Sebenarnya lapisan ini sangat substansial, karena menopang “ladders” atau lapisan-lapisan yang berada di atasnya.

·         Perbedaan SDA antar Provinsi , Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa pembanguan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA. Sebenarnya sampai dengan tingkat tertentu pendapat ini masih dapat dikatakan, dengan catatan SDA dianggap sebagai modal awal untuk pembangunan. Dalam proses pemulihan ekonomi nasional, pelaksanaan program desentralisasi yang tergesa-gesa tanpa kesiapan memadai sebaliknya malah akan mengganggu pemulihan ekonomi yang pada gilirannya akan merugikan pembangunan ekonomi daerah sendiri.

·         Perbedaan Kondisi Demografis antar Provinsi, Kondisi demografis antar provinsi berbeda satu dengan lainnya, ada yang disominasi oleh sektor pertanian, ada yang didominiasi oleh sektor pariwisata, dan lain sebagainya. Perbedaan kondisi demografis ini biasanya menyebabkan pembangunan ekonomi tiap daerah berbeda-beda.


·         Kurang Lancarnya Perdagangan antar Provinsi , Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga menyebabkan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia. Pada umumnya ketidaklancaran tersebut disebabkan karena keterbatasan transportasi dan komunikasi.

 Selain itu ada juga faktor-faktor penyebab Ketimpangan lainnya :
Terjadinya perbedaan dari distribusi pendapatan antar daerah dan distribusi pengeluaran pemerintah pusat dan daerah merupakan satu permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai daerah di Indonesia.Perbedaan tersebut terjadi selama bertahun-tahun lamanya sehingga menyebabkan terjadinya ketimpangan antar daerah satu dengan yang lain. Dilakukannya satu kebijakan pemerintah yaitu otonomi daerah masih belum mampu memperkecil adanya ketimpangan tersebut, dimana terlihat adanya perbedaan tingkat pembangunan antara lain perbedaan tingkat pendapatan per kapita dan infrastruktur di daerah yang disebabkan karena minimnya pengeluaran pembangunan di daerah.
Mengacu pada perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan ekonomi daerah melalui Indeks Williamson, faktor-faktor yang dianalisa tersebut adalah PDRB, Pendapatan Per Kapita dan Pengeluaran daerah untuk Pembangunan selama masa sebelum dan sesudah krisis. Metode analisa yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan menggunakan data 30 propinsi di Indonesia tahun 1989-2003, dengan variabel terikat adalah ketimpangan daerah (yang diukur dengan Indeks Williamson) dan variabel bebas berupa pendapatan per kapita, pengeluaran daerah dan Dummy Krisis untuk pembangunan. Pendugaan dilakukan dengan metode ordinary Least Square (OLS).
Dari hasil analisa ditemukan bahwa terjadinya ketimpangan ekonomi antar daerah disebabkan oleh tingginya pendapatan perkapita DKI Jakarta yang menyebabkan ketimpangan di Pulau Jawa dan tingginya pendapatan perkapita di Kalimantan Timur yang menyebabkan ketimpangan di luar Pulau Jawa.Interprestasi analisa model regresi menunjukan bahwa ketimpangan daerah dengan melihat faktor migas dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah daerah pada saat 2 tahun sebelumnya dan terjadinya krisis ekonomi. Sedangkan ketimpangan daerah tanpa melihat faktor migas dipengaruhi oleh pendapatan perkapita daerah dan pengeluaran pemerintah.
Kebijakan terhadap peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah daerah khusus untuk daerah-daerah miskin atau daerah yang tidak kaya dengan migas akan memperkecil ketimpangan antar daerah sebab hasil penelitian melihat bahwa pengeluaran pemerintah lebih banyak dialokasikan kepada daerah kaya (DKI Jakarta) dan daerah kaya migas (Kalimantan Timur dan Riau).
Pembangunan Indonesia Bagian Timur
Sebagaimana kita ketahui bahwa daerah Kalimantan Selatan sebagaimana daerah Kalimantan umumnya yang merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di wilayah negara kita. Dengan jumlah penduduk yang mendiami wilayah ini hanya sebesar 6% dari total penduduk Indonesia, maka akan berdampak pada aktivitas ekonomi yang ada di wilayah ini.

Komoditas yang menjadi unggulan untuk wilayah ini adalah sektor pertambangan dan galian, sub sector perkebunan dan subsektor kehutanan. Ketiga sektor ini memberikan sumbangan besar bagi pendapatan nasional.

Dilihat dari infrastruktur transportasi, pelabuhan laut lebih mendominasi dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini sangat wajar dengan kondisi geografis dari Kalimantan yang lebih banyak rawa dibandingkan dengan daratannya yang memungkinkan sektor pelabuhan laut dan lalulitas angkutan sungai, danau, dan penyeberangan lebih berkembang dibandingkan dengan transportasi darat.

Pembangunan jalan di pulau ini masih relative rendah bila dibandingkan dengan luas wilayah pulau ini. Hal ini sangat signifikan sekali dengan jumlah kendaraan yang berada di wilayah ini hanya sebesar 5,8% dari jumlah kendaraan yang ada di Indonesia. Hal ini pula yang menyebabkan rendahnya tingkat mobilitas dan tingginya biaya transportasi sehingga wilayah ini kehilangan daya saingnya dalam menarik investasi.

Dan saat ini akses masyarakat Kalimantan terhadap air bersih, hanya sebesar 44% yang dapat menikmati air bersih sedangkan sisanya belum mendapatkan akses terhadap air bersih.


Teori dan analisis Pembangunan ekonomi daerah

Ada sejumlah teori yang dapat menerangkan kenapa ada perbedaan dalam tingkat pembangunan ekonomi antardaerah diantaranya yang umum di gunakan adalah teori basis ekonomi,teori lokasi dan teori daya tarik industri.

1. Teori pembangunan ekonomi daerah
a. Teori basis ekonomi
Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.

b. Teori lokasi
Teori lokasi juga sering digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan industri di suatu dareah. Inti pemikiran dari teori ini didasarkan pada sifat rasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin dengan biaya serendah mungkin oleh karena itu , pengusaha akan memilih lokasi usaha yang memaksimalkan keuntungannya dan meminimalisasikan biaya usaha atau produksinya, yakni lokasi yang dekat dengan tempat bahan baku dan pasar.

c. Teori daya tarik industry
Dalam upaya pembangunan ekonomi daerah di Indonesia sering di pertanyakan. Jenis – jenis industri apa saja yang tepat untuk dikembangkan (diunggulkan) ? Ini adalah masalah membangun fortofolio industri suatu daerah.

2. Model analisis pembangunan daerah
Selain teori-teori di atas, ada beberapa metode yang umum digunakan untuk menganalisi posisi relative ekonomi suatu daerah; salah satu di antaranya adalah metode analisis shift-share (SS), location questitens, angka pengganda pendapatan , analisis input output (i-o) ,dan model perumbuhan Harold-domar. Berikut adalah sebagian penjelasan dari model analisis dalam pembagunaan daerah.

a. Analisis SS
Dengan pendekatan analisis ini ,dapat di analisis kinerja perekonomian suatu daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar ( nasional).

b. Location Quotients (LQ)
Yaitu untuk mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan ekonomi atau sector di suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya adalah perekonomian daerah tersebut dengan peranan dari kegiatan ekonomi atau sektor yang sampai di tingkat yang sama.

c. Angka Pengganda Pendapatan
Metode ini umum digunakan untuk mengukur potensi kenaikan pendapatan suatu daerah dari suatu kegiatan ekonomi yang baru atau peningkatan output dari suatu sektor di daerah tersebut.
d. Analisis Input-Output (I-O)

Analisis I-O merupakan salah satu metode analisis yang sering digunakan untuk mengukur perekonomian suatu daerah dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam usaha memahami kompleksitas perekonomian daerah tersebut, serta kondisi yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan antara AS dan AD.


REFERENSI :
·                     https://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah_di_Indonesia
·                     http://www.negarahukum.com/hukum/pendapatan-asli-daerah.html
·                     http://www.slideshare.net/elygoroleba/pembangunan-ekonomi-regional